Mengulas Seni: Pameran Seni Yang Mengubah Cara Pandang

Mengulas Seni: Pameran Seni Yang Mengubah Cara Pandang – Menuju Borderless Festival 2019 Pembukaan: Jumat, 18 Januari 2019 pukul 18.30. Lokasi Pameran WITA: 19–27 Januari 2019, pukul 10.00–18.00. Penayangan WITA : Sabtu, 19 Januari 2019 pukul 18.00 WIB. Pementasan WITA Silahturahmi: Minggu, 20 Januari. 2019, 15.00 DEBAT

Kreativitas dalam seni saat ini semakin melampaui batasan dan batasan yang baku dan kaku. Fenomena perkembangan teknologi informasi berupa tersedianya gadget yang memungkinkan seseorang dapat menyaksikan suatu peristiwa secara instan dan simultan dari mana saja di dunia terbukti turut mengubah pandangan masyarakat dalam memahami nilai-nilai dasar. Apa yang tadinya dianggap kebenaran universal, bahkan sakral, kini bisa dikacaukan dengan hal-hal duniawi. Terminologi atau batasan apa pun yang lazim dipikirkan kembali, dikritik, dan sering kali didekonstruksi untuk memfasilitasi lahirnya ide atau karya baru yang dimulai dari perspektif baru.

Mengulas Seni: Pameran Seni Yang Mengubah Cara Pandang

Mengulas Seni: Pameran Seni Yang Mengubah Cara Pandang

Memperhatikan dinamika tersebut di atas, maka program Kita Semeste di bidang seni dan budaya dicanangkan dan ditetapkan dengan tujuan utama memberikan ruang kreativitas yang seluas-luasnya dan pengakuan selayaknya para seniman yang terpinggirkan selama ini. berbagai alasan, termasuk faktor. mereka adalah “berkebutuhan khusus” Dengan kata lain, dunia seni, termasuk seni rupa kontemporer, berhak memberikan ruang kreativitas dan pengakuan yang sama dan setara kepada semua pencipta, termasuk mereka yang dianggap “berkebutuhan khusus” namun telah membuktikan bahwa pencipta dengan karya-karya mereka. dalam bidang seni, karya-karyanya pun tak kalah cemerlang dan imajinatif.

Unsur-unsur Seni Lukis Dan Penjelasannya: Visual Serta Non-visual

“Across Our Universe” yang mengusung tema utama pameran seni rupa empat seniman muda ini, bukan sekadar ajang seni sesaat dan ruang apresiasi, namun yang terpenting, mendorong sikap saling peduli terhadap seluruh masyarakat, pemangku kepentingan, dan tokoh berkompeten lainnya; dengan tujuan untuk menciptakan Gerakan Kesadaran Baru yang secara aktif dan terus menerus memperjuangkan pengakuan atau pengakuan yang setara dan kebebasan berekspresi yang setara bagi semua pihak, terutama para penulis yang terstigmatisasi dan terpinggirkan.

Pameran ini merupakan bagian dari Freedom to Borders Festival 2019 yang diinisiasi oleh Direktorat Seni Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Boundary Free Festival merupakan festival pertama di Indonesia yang menampilkan karya brilian seniman penyandang disabilitas. Diluncurkan pada tahun 2018, festival ini dibuat sebagai pelengkap Asian Para Games yang akan diadakan di Jakarta pada bulan Oktober 2018, dan dibuat bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Art Brut Collective dan British Dewan Indonesia. . Festival ini merupakan gagasan sekelompok seniman, kurator, dan aktivis, salah satunya adalah seniman Hana Madness yang menghadiri London’s Unlimited Festival pada tahun 2016 dan terinspirasi untuk membuat festival serupa di Indonesia.

Pameran ini juga membahas permasalahan kuratorial terkait fenomena seni rupa kontemporer yang memerlukan kreativitas lintas batas dan kaitannya dengan fenomena kreatif seperti keberadaan art brut, outsider art dan berbagai ekspresi multimedia. Program Semesta Kita juga dapat diartikan sebagai pemutaran film dokumenter, siaran media, dan bentuk pertunjukan berdasarkan karya para seniman yang berpameran. Bentara Budaya Bali sendiri menyuguhkan sebuah perhelatan seni yang dianggap tidak biasa pada akhir tahun 2014 lalu. Ada dua artis di antara kami: Dwi Putro (51 tahun) dan Ni Nyoman Tanjung (92 tahun).

Eksplorasi Kreativitas Melalui Seni Lukis Inklusif: Merayakan Hut Ke-55 Taman Ismail Marzuki

Seniman yang ikut serta dalam pameran: Akillurachman Prabowo (14), Naripama Ramavijaya (16), Reynaldi Halim (21) dan Enfield Wibowo (13). Our Universe diprakarsai oleh Bentara Budaya Bali dan dikurasi oleh Amalia Prabowo, Kanoraituha Vivin dan Wikaksono Adi.

Dr bertindak sebagai konsultan pada acara Timbang Pandang. Serta Wayan Kun Adnyana (seniman, akademisi), Wikaksono Adi (kurator pameran) dan Komang Rahayu Indrawati, Doktor Psikologi, Magister Sains (psikolog, akademik).

Akillurachman Prabowo, kelahiran 4 Oktober 2004, telah menyelenggarakan beberapa pameran antara lain: FOREST MIND (2015), kolaborasi seni lukis dan desain fesyen NEW YORK FASHION WEEK (2016), ART FOR HOPE (2017), “ASIA PACIFIC DYSLEXIA FESTIVAL 2017 ” – rangkaian Simposium Disleksia Dunia di Jepang.

Mengulas Seni: Pameran Seni Yang Mengubah Cara Pandang

Pameran bersama “LEISURE ZONE” di Galeri Nasional Indonesia Jakarta (2017), “LIFE 2024 – PAINTING EXHIBITION” (2018), “ASIA PACIFIC DYSLEXIA FESTIVAL 2018” di Tokyo, Jepang, pameran bersama 20 seniman muda “PARAMUDA” di Beranda MARTO Arts, Jakarta (2018). Ia juga pernah mengikuti acara “RED MOOD FESTIVAL” yang bekerjasama dengan Teater Garasi10 untuk pertunjukan Wayang dan meraih penghargaan dalang terbaik di International Red Mood Festival Moscow – Red Teather Russia (2018). Pada tahun 2016, ia menerima Penghargaan Anak Paling Berpengaruh Market Plus dan Beasiswa Siswa Berbakat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017).

Pdf) Ulasan Pameran Seni Di Ilham Galery 2022

Enfield Wibowo, lahir di Jakarta pada tanggal 19 November 2004. Ia pernah mengadakan pameran tunggal antara lain: “Unlimited Imagination” Galeri Cipta III, TIM, Jakarta (2013), “My Faith” Galeri 678, Kemang, Jakarta (2014), “Rentang”. Masa” Galeri Cipta III, TIM (2017), “Dunia Indah” Balay Budaya, Jakarta (2018).

Beberapa pameran bersama yang pernah diikutinya: “Festival Seni Rupa Indonesia” TIM, Jakarta (2015), “GAC Festival” Ciputra Art preneur, Jakarta (2016), “Pioneering the Burt Indonesian Art Network”. Gedung Pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta (2017), ‘BPMI’. Pendopho ArtSpace, Yogyakarta (2017), “Discussion n Art Burt Exhibition”, Bentara Budaya Compass Gramedia, Jakarta (2017), “Solidaritas, Perdamaian dan Keadilan”, Balay Budaya, Jakarta (2018), “Art on the Spot”, Kunskring Istana, Jakarta (2018), “Cinta Tak Pernah Gagal”, Galeri Hadiprana, Jakarta (2018), “Pameran PostFest”, Galeri Cipta III, TIM (2018) dan Galeri Nasional “Festival Bebas Batas”, Jakarta (2018).

Reynaldi Halim lahir pada tanggal 9 September 1997 di Jakarta dan mendapat penghargaan MURI atas lukisan anak berkemampuan khusus terbanyak. Yang turut serta antara lain: Pameran tunggal pertama di Senayan, Jakarta (2018), Pameran bersama Art Brut “Love Never Fails” di Gedung Hadiprana, Jakarta Selatan (2018), Pameran bersama Perbedaan Menyatukan Art Brut di Jakarta (2018),

Pameran bersama “Given as a Gift” dengan London School of Jakarta (2018), Pameran bersama Art Brut di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki (2018), “Informed, Inspire, Get a Job” (2018), Apresiasi Keluarga Line Lintas Hari (2018). 2018), “Numismatik” di Museum Bank Indonesia Jakarta (2018), “Festival Tanpa Batas” di Galeri Nasional Indonesia (2018) dan lain-lain.

Pameran ‘no, But Yes!’ Dan Workshop Seru Di Ruci Art Space, Pas Buat Weekend!

Naripama Ramavijaya lahir pada tanggal 18 Oktober 2002 di Bali. Gus Rama merupakan sosok yang istimewa, meski memiliki keterbatasan dalam komunikasi terstruktur, namun ia mampu menyampaikan niat dan keinginannya melalui foto. Melalui foto-fotonya, orang akan dapat melihat bahwa ia bukannya tidak mampu berkomunikasi, melainkan ia berkomunikasi dengan cara yang berbeda.

Ia pernah memamerkan lukisannya di “Parent Support Group (PSG)” Wantilan DPRD Bali dalam rangka Hari Autisme Sedunia (2012). Dalam kesempatan tersebut, ia juga berhasil meraih juara 1 kompetisi fotogenik tersebut. Karya-karya terpilihnya juga dituangkan dalam kreasi kaos bergambar merek “Naripama”.

Dr Wayan Kun Adnyana, dosen FSRD ISI Denpasar. Selain aktif mengikuti pameran seni rupa di berbagai kota, Kun juga menulis ulasan seni budaya di berbagai media seperti Kompas, Media Indonesia, majalah Visual Arts, dll. Buku-bukunya antara lain: Nalar Rupa Perupa (Buku Arti, Denpasar, 2007) DR. M. Dwi Marianto menulis buku “Gigih Viyono”; Diva Sri Migrasi, Galeri 678, Jakarta, 2007. Menulis buku “Pita Prada” (Biennale Lukisan Tradisional Bali) bersama Dr. Jean Couteau dan Agus Dermawan T., Bali Bangkit, Jakarta, 2009. Salah satu penggagasnya adalah pada Bali Biennale 2005 sebagai panitia dan kurator Biennale Pra-Bali-Bali 2005. Ia telah mengkurasi berbagai pameran seni: Tony Rak Art Gallery Ubud, Pure Art Space Jakarta, Ganesh Gallery, Four Seasons Resort Jimbaran, Gaya Fusion Art Spaces Ubud, Danes Art Veranda Denpasar, Tanah Tho. Galeri Seni Ubud, Syang Art Space Magelang, Kendra Art Space Seminyak, Mondecor Jakarta dan lain-lain. Penghargaan: Finalis UOB Art Awards 2011, Finalis Jakarta Art Awards (2010), Nominasi Philip Morris Indonesian Art Awards (1999), Lukisan Terbaik Kamasra Price (1998), dll.

Mengulas Seni: Pameran Seni Yang Mengubah Cara Pandang

Wikaksono Adi adalah seorang penyair dan penulis esai seni dan budaya, lahir di Malang (Jawa Timur, Indonesia) pada tanggal 18 September 1966. Beliau menyelesaikan studinya di Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia dan Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia, keduanya di Yogyakarta. Antara tahun 1990 dan 1998, beliau menjadi pegawai Jawa Pos. Antara tahun 2005 dan 2007, beliau menjabat sebagai direktur program Yayasan Seni Rupa Indonesia di Jakarta. Pada 2007-2009, ia mendirikan dan menjadi pemimpin redaksi Majalah F Film. Selain menulis esai dan artikel tentang budaya, ia menyelenggarakan pameran seni dan mengedit buku-buku tentang seni dan budaya Indonesia. Saat ini saya tinggal di Jakarta dan bekerja sebagai reporter lepas untuk berbagai media yang meliput budaya dan seni. Beliau merupakan salah satu pendiri dan kurator Festival Sastra dan Budaya Borobudur yang diadakan setiap tahun di Boroburur, Indonesia. Baru-baru ini ia menerbitkan buku SURGA karya Mendengal (2018), yang menguraikan pemikiran mendalamnya tentang seni dan budaya Indonesia.

Iya Siiih Ramah Dan Dekat Dengan Pengunjung, Tapi Bukan Gitu Kak Maksudnya…….😀😅🤣

Komang Rahayu Indrawati, S.Psi, M.Si, Psi adalah Dosen Program Pelatihan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Beliau menyelesaikan studi universitasnya di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, serta program magister dan profesi di Universitas Indonesia. Komang Rahayu sering tampil sebagai konsultan di berbagai pertemuan ilmiah atau dialog topik psikologi di banyak program televisi. Beberapa penelitian telah dilakukan: “Proses penyesuaian orang tua membesarkan anak laki-laki penderita Down syndrome dan tinggal bersama keluarga ayah (Studi kasus: Batak, Bali, Jawa dan Tionghoa)”, Jakarta (2002), “Profil motivasi perempuan Bali yang bekerja di “Pendirian” pemerintah (2010), “Profil Kebahagiaan Perempuan Bali yang Bekerja di Sektor Swasta, Jurusan Psikologi Industri dan Organisasi” (2013) dan seterusnya.

Komang Rahayu juga pernah menjadi delegasi Indonesia pada Festival Kebudayaan Internasional Hsin-Kang 2004, Taiwan; Festival di Rabat, Maroko (2004); sebagai koreografer paduan suara konser PARAGITA UI Jepang (2004); Festival Tarian Rakyat Internasional di Perancis (2002); koordinator seni klub Birotika Semesta, Jakarta, 2008; Anggota Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI) 2006 – sekarang Anggota Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI), Denpasar 2008 – sekarang Kembali INDONESIA HARI INI 98 MEI ACARA HUT ke-25 Bentara Budaya Bentawinghi Eksperimental Draayab Eksperimental Draaya.

Artikel Terkait

Leave a Comment