Liputan Lingkungan: Dampak Pembangunan Terhadap Ekosistem
Liputan Lingkungan: Dampak Pembangunan Terhadap Ekosistem – Vali menilai NTT saat ini tengah dikepung oleh berbagai cara pembangunan yang lalai dan mengabaikan keselamatan masyarakat dan lingkungan.
Masyarakat Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai provinsi di bagian timur Kepulauan Nusa Tenggara ini saat ini tengah dikepung oleh berbagai cara pembangunan yang mengabaikan dan mengabaikan keselamatan masyarakat dan lingkungan. Inisiasi proyek investasi pariwisata, proyek monokultur, proyek pertambangan dan panas bumi, proyek infrastruktur pemerintah dan proyek pengelolaan limbah dan pencemaran lingkungan.
Liputan Lingkungan: Dampak Pembangunan Terhadap Ekosistem
Ini adalah pola pemaksaan yang disebut pembangunan. termasuk model terpaksa yang mengabaikan daya dukung dan toleransi lingkungan hidup di NTT.
Menyoal Konservasi Satwa Liar Dalam Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia
Sebagai provinsi kepulauan, NTT semakin kritis terhadap keselamatan masyarakat dan lingkungannya karena model proyek pariwisata, pertanian monokultur yang didirikan oleh investor dan pemerintah, pertambangan dan infrastruktur skala besar. Saat ini NTT terlihat sedang berkembang dalam hal pembangunan, namun mengorbankan ekologi dan sosial ekonomi seluruh masyarakat NTT. Khususnya bagi kelompok rentan seperti nelayan, petani, masyarakat adat, kelompok penyandang disabilitas dan perempuan.
Ambo akhir pekan lalu mengatakan: “Beberapa fakta perkembangan dengan jelas menjelaskan bahwa isu keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup telah dinyatakan tidak diinginkan oleh pemerintah.”
Pada Rapat Lingkungan Hidup Daerah ke-8 Tahun 2021 di Kupang, 23-24 September 2021, Walhi NTT mengeluarkan pernyataan yang salah satunya adalah pembangunan di NTT tidak boleh mengecualikan hal-hal yang berkaitan dengan persetujuan masyarakat terhadap pembangunan di ruang tempat tinggalnya : Dokumentasi Walhi NTT
Valhi menilai NTT saat ini dikelilingi berbagai cara pembangunan yang lalai dan mengabaikan keselamatan masyarakat dan lingkungan.
Indonesian Center For Environmental Law
Pertama, investasi pariwisata PT Sutera Marosi Kharisma di Pantai Marosi, Sumba Barat, mengakibatkan seorang petani, Poro Dukka, berusaha mempertahankan lahan yang dikelolanya dan dibunuh oleh petugas. Persoalan ini hingga saat ini belum terselesaikan dalam kerangka penegakan hukum dan keadilan subsisten oleh pemerintah.
Investasi pariwisata di Sumba Tengah juga berujung pada kriminalisasi penangkapan ikan Sony Hawolung oleh oknum pemilik resor di Pantai Aily. Pasalnya, para nelayan menempati lahan milik resor tersebut.
Kedua, proyek wisata premium yang dicanangkan pemerintah di kawasan Taman Nasional Komodo. Sebuah proyek yang mewadahi penduduk Pulau Komodo untuk kenyamanan wisatawan di ruang pariwisata premium. Sebuah proyek yang menawarkan karpet merah untuk dicapai oleh perusahaan pariwisata. Konsesi lahan yang sebenarnya membentuk ruang ekosistem Komodo.”
Proyek pariwisata besar juga terpaksa dilakukan di pulau-pulau kecil dalam hal ruang dan investasi. Pulau Lembata merupakan salah satu pulau yang merasakan dampaknya. Proyek pariwisata di Awololong juga menimbulkan konflik akibat pembangunan yang dipaksakan.
Bulan Lingkungan Hidup Sedunia, Ptpn Iv Regional V Salurkan Puluhan Ribu Bibit Pohon & Ikan
Pertama, proyek perkebunan dan pabrik gula PT MSM menyebabkan perampasan hak masyarakat adat atas tanah adatnya dan mengakibatkan kekurangan air bagi ratusan petani. Proyek ini juga menyebabkan penebangan hutan alam secara sembarangan.
Di Sumba Tengah yang mengabaikan petani kecil yang tidak memiliki lahan dan menjadikan mereka bergantung pada input pertanian seperti benih dan pupuk sintetis dari industri. Pembangunan paksa ratusan sumur yang digali di sekitar wilayah tersebut
Ketiga, penggusuran masyarakat adat Pubabo yang berusaha melindungi dan melestarikan hutan Kew (terlarang) mereka dari perluasan proyek perkebunan kelor yang dicanangkan pemerintah provinsi NTT. Proyek ini menyebabkan hilangnya puluhan keluarga serta kehilangan nyawa dan tempat tinggal.
Janji Gubernur dan Wakil Presiden NTT untuk menghentikan industri pertambangan di NTT diingkari. Yang sebenarnya terjadi adalah pertambangan dan pabrik semen hadir di Mengara Timur. PT Istindo Mitra Manggarai mencetak poin dengan membujuk dan merelokasi masyarakat adat di Lingko Lolok. Investasi ini juga merusak kebun masyarakat dan sumber air masyarakat.
Emtek Group Tanam 1.000 Pohon Demi Jaga Keseimbangan Ekosistem
“Hak menolak masyarakat diabaikan begitu saja. Selain itu, ada izin baru bagi perusahaan pertambangan mangan PT Satwa Lestari Permai yang akan berlokasi di wilayah Kupang. Izin bagi perusahaan mangan tersebut akan ditambah karena adanya pembangunan di masa depan. Pabrik peleburan mangan dioperasikan oleh perusahaan Australia, PT Gulf Mangan Grup, di Bolok.
Sejak Flores ditetapkan sebagai pulau panas bumi, setidaknya ada 6 investasi yang telah dan akan berproduksi. Salah satunya adalah rencana proyek panas bumi di Wae Sanno, Manggarai Barat. Proyek tersebut jelas ditolak oleh masyarakat setempat karena berpotensi memukimkan kembali masyarakat dari desanya dan berpotensi menghancurkan penghidupan warga berupa air, hutan, dan kebun. Namun pemerintah tidak menyerah dan memaksakan kehendaknya terhadap proyek ini.
Hal ini membuktikan pemerintah mengabaikan persoalan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Praktik investasi panas bumi yang bermasalah di Mataloko, Olombo tidak dijadikan bahan evaluasi. atau refleksi. Oleh pemerintah” embo.
Kemudian, NTT saat ini juga sedang disibukkan dengan proyek infrastruktur bendungan yang digagas pemerintah pusat. Salah satunya adalah proyek pembangunan Bendungan Lambo di Nagkeo yang dipaksakan oleh rezim pemerintah. Namun, proyek tersebut terus mendapat perlawanan dari warga, yang ditanggapi dengan intimidasi oleh pemerintah dengan menggunakan aparat keamanan.
Melindungi Keanekaragaman Hayati: Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Tentang Dampak Perubahan Iklim
Industrialisasi di NTT semakin merusak lingkungan dan mengancam ketahanan penghidupan masyarakat, lanjut Umbu. Hingga saat ini, seluruh wilayah perkotaan di NTT telah mendapat laporan pengelolaan sampah berwarna merah.
Menurut catatan WALHI NTT, tidak ada kebijakan pemerintah yang sesuai dengan amanat undang-undang. Buktinya, selama ini model pengolahan sampah belum diterapkan di TPA.
“Istilah pemerintah masih soal membuang sampah ke tempat pembuangan sampah. Apalagi, pengelolaan yang buruk berarti ruang hidup masyarakat dipenuhi sampah baik di darat, sungai, dan laut. lingkungan.”
Soal pencemaran lingkungan, Ambo menilai pemerintah juga lemah, terutama dalam penegakan hukum. Sejauh ini, kasus pencemaran lingkungan di Desa Umbo Langang, Sumba Tengah, yang berlangsung sejak tahun 2020, belum ada penyelesaiannya. Pencemaran tersebut diduga disebabkan oleh perusahaan infrastruktur di Sumba Tengah. Melihat laju industrialisasi, meningkatnya pencemaran lingkungan merupakan ancaman nyata bagi kehidupan ekosistem di NTT.
Pentingnya Uu Keadilan Iklim Untuk Menjawab Persoalan Lingkungan
Ambo mengatakan fakta di atas menunjukkan sifat kebijakan pemerintah yang tidak suka menyingkirkan warga lokal, merusak lingkungan, meningkatkan kesenjangan dan pentingnya mengedepankan keadilan antargenerasi.
Sayangnya, kebijakan pemerintah belum memberikan dampak positif bagi banyak masyarakat di NTT. Pada Forum Lingkungan Hidup Daerah (PDLH) Walhi NTT VIII di Kupang, Walhi NTT mengambil sikap bahwa kebijakan pemerintah selama ini mengabaikan keselamatan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup. dalam hal keadilan antargenerasi.
Dalam hal ini wahyu didasarkan pada prinsip bahwa kemajuan tidak boleh mengorbankan satu orang atau mengorbankan lingkungan. Velhi menolak pembangunan yang mengorbankan warga. Valhi menolak pembangunan yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kerentanan lingkungan. Peserta PDLH VIII yang terdiri dari 34 lembaga anggota yang bekerja sama dengan masyarakat di berbagai pulau di NTT mengutarakan sikapnya: Batiar Baharuddin, Plt Gubernur Sulawesi Selatan, menanam pohon Nangka Madu di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. (Dokumen Humas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ANTARA/HO-Sulawesi Selatan)
Makassar (Antara) – Sejumlah aktivis lingkungan hidup mendukung penuh langkah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang mendorong penanaman dua juta anakan pohon dan mengajak masyarakat menanam pohon dalam rangka memperingati Hari Bumi 2024.
Kota Penyumbang Pangan
“Kita menyikapi dengan baik dan mendukung seruan pemerintah untuk menanam pohon di Hari Bumi. Meski bumi, khususnya lahan yang kita tinggali kini mengalami degradasi, rusak, dengan sejumlah ancaman lingkungan, penanaman pohon juga menjadi salah satu solusinya. ” Ketua Persatuan Masyarakat Hijau Sulawesi (FKH Selatan Ahmad Yusran di Makassar, Senin).
Ia berharap penanaman jutaan pohon akan mencakup seruan untuk menanam pohon tidak hanya secara simbolis, namun sebagai langkah bersama untuk mencegah perubahan iklim yang lebih luas.
“Kami berharap kegiatan ini tidak sekedar upacara penanaman pohon. Namun literasi iklim yang sangat cepat dan membawa bencana akibat ulah manusia juga tidak kalah pentingnya,” kata anggota dewan Kongres Sungai Indonesia ini.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Berencana Tanam Dua Juta Pohon di Hari Bumi Baca Juga: Di Hari Bumi, KLHK ingatkan tanggung jawab individu untuk menjaga Bumi.
Palangka Raya Menuju Bebas Merkuri: Langkah Strategis Pemko Dalam Sosialisasi Pengurangan Dan Penghapusan Merkuri
Yusran menilai dampak kerusakan lingkungan akibat tindakan manusia yang merusak ekosistem hutan melalui pembukaan lahan, penebangan dan penambangan, meluasnya penggunaan berbagai racun mulai dari insektisida hingga radiasi yang mencemari udara dan air merusak
Selain itu, atmosfer kini dipenuhi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil di kendaraan. Bumi terkikis, sungai dan laut dipenuhi plastik, permukaan air laut meningkat, terumbu karang memutih dan mati.
Terdapat dampak kekeringan, kebakaran hutan, angin topan, dan banjir yang frekuensi dan kekerasannya semakin meningkat. Akibatnya, spesies tumbuhan dan hewan eksotik menghilang dari ekosistem dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh manusia.
Jurnalis Liputan 6 menjelaskan: “Bumi saat ini sedang mengalami perubahan iklim global, namun hal ini bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah evolusi Bumi. Namun dapat menjadi ancaman yang dapat menimbulkan krisis iklim terhadap lingkungan.”
Menteri Ahy Dorong Pembangunan Yang Berkelanjutan Serta Berkeadilan Melalui Fungsi Pengendalian Dan Penertiban Tanah Dan Ruang
Menurutnya, seiring berkembangnya peradaban dan meningkatnya kebutuhan energi, maka pemanfaatan energi dari sumber terbarukan seperti kincir angin, kincir air, dan energi terbarukan lainnya mulai dimanfaatkan dan dikembangkan.
Namun penambangan masih terus berlanjut dengan mengekstraksi dan memompa bahan bakar fosil, batu bara, minyak dan gas dari perut bumi, yang dibentuk dan disimpan melalui proses geologi selama jutaan tahun. Karbon dioksida (CO2), metana, dan gas rumah kaca kemudian dilepaskan ke atmosfer hingga kelebihan CO2 di atmosfer menyebabkan perubahan iklim global.
Ia menambahkan: “Kita harus tahu bahwa perilaku kita telah sangat mengganggu keseimbangan, meskipun Al-Quran telah menjelaskan secara rinci bagaimana menghubungkan sistem-sistem bumi, namun jika rusak pasti akan menimbulkan bencana.”
Sejumlah Gubernur Sulsel dan aktivis Gerakan Pemuda Hijau membentangkan spanduk penolakan pertambangan di Kabupaten Luwo Timur saat demonstrasi Car Free Day di Jalan Makassar Boulevard, Sulawesi Selatan. (ANTARA/HO-Dokumen Walhi Sulawesi Selatan)
Siej Bekali Jurnalis Liputan Investigasi Proyek Infrastruktur
Rehmat Kotir, Ketua Asosiasi Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan Departemen Luar Negeri, mengungkapkan permasalahan yang dihadapi saat ini adalah krisis iklim akibat masifnya aktivitas ekstraktif seperti penambangan nikel yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
“Di Sulawesi Selatan sendiri, perluasan penambangan nikel mengancam ekosistem hutan hujan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Dampak tersebut antara lain rusaknya habitat, hilangnya keanekaragaman hayati dan dampak negatif terhadap ekosistem hutan.