Liputan Ekonomi: Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Sektor Usaha Kecil
Liputan Ekonomi: Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Sektor Usaha Kecil – Tahukah Anda bahwa UKM berkontribusi 60% terhadap perekonomian nasional? Di saat banyak perusahaan yang gulung tikar atau memutuskan menghentikan produksi selama pandemi Covid-19, ekosistem usaha mikro berkembang pesat. Minat terhadap usaha kecil bisa dikatakan masih dominan selama pandemi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan jumlah Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diajukan pada tahun 2020 mencapai satu juta yang mayoritas berasal dari sektor mikro. Berikut ulasan lengkapnya.
Liputan Ekonomi: Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Sektor Usaha Kecil
Meski perekonomian Indonesia sedang mengalami naik turun dalam konteks pandemi ini, namun data yang dihimpun di BKPM justru menunjukkan peningkatan signifikan dalam penerapan NIB di sektor mikro. Rupanya, BKPM juga menyebut kenaikan tersebut sudah berlangsung sejak Agustus 2020.
Strategi Pengembangan Usaha Bagi Umkm
BKPM mengumumkan bahwa pada bulan Oktober 2020, jumlah permohonan NIB melalui OSS terbanyak, yakni mencapai 377.540 permohonan yang diterima BKPM. Tentu saja hal ini menjadi bukti bahwa minat terhadap usaha mikro tetap dominan di masa pandemi, 93,6% dari jumlah pengajuan NIB berasal dari sektor usaha mikro atau tepatnya sebanyak 353.478 pengajuan. Rekor bulan Oktober 2020 mengalami peningkatan sebesar 91,3% dibandingkan jumlah permohonan NIB bulan sebelumnya, yaitu sebanyak 197.322 permohonan yang didaftarkan melalui OSS.
Dengan upaya pemerintah dalam mengambil berbagai kebijakan terkait kebangkitan perekonomian nasional akibat dampak pandemi Covid-19, minat terhadap usaha kecil tetap bertahan dan meningkat secara positif meski di masa pandemi.
Hingga Agustus 2020, jumlah permohonan NIB di sektor usaha kecil telah tumbuh secara eksponensial dan mencapai sekitar 100.000 permohonan. Hal ini merupakan upaya BKPM dalam memfasilitasi proses perizinan berusaha dan masuknya penanaman modal dalam dan luar negeri ke sektor UMKM.
Salah satunya adalah platform OSS yang memudahkan para pengusaha dalam mengelola berbagai persyaratan dan izin UMKM. Jadi sekarang Anda tidak perlu mengantri lama. Selain itu, minat terhadap usaha kecil yang mendominasi selama pandemi menjadi pendorong disahkannya Undang-undang Cipta Kerja yang memuat 186 pasal dan 11 klaster yang salah satunya mengatur dukungan pemerintah untuk meningkatkan investasi. Ekosistem dan kegiatan kewirausahaan.
Stabilitas Edisi 179
Salah satu kebijakan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja adalah kemudahan pengurusan izin bagi pelaku ekonomi, dimana mereka hanya perlu memiliki NIB yang akan diproses melalui OSS dalam waktu 3 jam. Selain itu, UU Cipta Kerja juga melarang investor asing menjadi pemegang saham UMKM, malah mewajibkan investor besar bermitra dengan UMKM.
Menurunnya jumlah permohonan NIB pada triwulan II tahun 2020 justru membuat BKPM prihatin terhadap ekosistem wirausaha sektor mikro. Namun, seiring antusiasme pelaku usaha kecil yang mendominasi pada triwulan III tahun 2020, BKPM melangkah maju untuk aktif mendukung sektor usaha kecil.
Pasalnya, peran UMKM dalam pergerakan perekonomian nasional sangat besar. Hal ini terlihat pada contoh krisis tahun 1998, dimana UMKM menjadi penopang utama pemulihan perekonomian Indonesia saat itu. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2020 saat krisis ekonomi akibat pandemi. Daripada menunggu momentum pascapandemi, para pelaku usaha mikro terus beroperasi dan berinovasi secara proaktif untuk meraih manfaat maksimal.
Lebih lanjut, UMKM berperan dalam membuka lapangan kerja di Indonesia, tepatnya sekitar 96,87% dari total angkatan kerja nasional. Pemerintah juga membantu dengan memberikan insentif seperti Program Pelaku Usaha Mikro (BPUM) untuk mendukung kepentingan usaha kecil yang masih dominan di masa pandemi.
Kewirausahaan Umkm Dan Pertumbuhan Ekonomi
Alamat: Jl.KH Ahmad Dahlan Km.1, Wates, Kulon Progo, Telp: (0274) 774 402, (0274) 775 208, Call Center: 081329055515 Pandemi COVID-19 menjadikan tahun 2020 sebagai tahun yang sulit bagi semua negara di seluruh dunia. dunia, termasuk Indonesia. Hingga 30 Mei 2020, jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia mencapai 25.773 orang, dengan rincian 7.015 pasien sembuh dan 1.573 meninggal dunia (Worldometer 2020). Sayangnya, kapasitas tes harian di Indonesia per 25 Mei 2020 masih kecil yakni 0,02 orang per 1.000 penduduk. Kapasitas tes masih tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang mencapai 0,27 dan 0,68 per 1.000 penduduk (Data Our World tahun 2020). Akibatnya, jumlah kasus yang dilaporkan mungkin lebih rendah dibandingkan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Pemerintah juga telah berusaha menghentikan penyebaran epidemi di dalam negeri. Salah satunya adalah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Daerah yang pertama kali menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta yang dimulai pada Jumat, 10 April 2020. Hingga pertengahan Mei 2020, terdapat empat provinsi dan 12 kabupaten/kota yang menerapkan PSBB.
Berdasarkan grafik di atas, perbandingan rata-rata kenaikan jumlah kasus sebelum dan sesudah penerapan PSBB menunjukkan penurunan sekitar 3,18% secara nasional. Wilayah episentrum juga menunjukkan pertumbuhan kasus yang lebih rendah. Namun fakta tersebut belum cukup untuk memastikan bahwa PSBB berhasil menurunkan angka penyebaran COVID-19 jika mobilisasi masyarakat tidak ditekan dengan baik dan kapasitas tes di daerah masih rendah. Di sisi lain, banyak provinsi yang masih mengalami peningkatan kasus setiap minggunya.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan kewaspadaan dan memastikan fasilitas kesehatan yang tersedia memadai (Yzid dan Palani 2020). Pemerintah daerah harus memfokuskan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) pada tujuan pencegahan dan penanganan COVID-19, misalnya dengan meningkatkan kapasitas pengujian, memastikan ketersediaan alat pelindung diri bagi staf medis, memastikan perawatan di rumah sakit yang memadai. Memastikan implementasi komunitas
Sindografis: Krisis Akibat Pandemi, Bisakah Umkm Jadi Penyelamat Ekonomi (lagi)?
Dunia diperkirakan akan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih kompleks dibandingkan krisis keuangan global dan resesi terburuk sejak saat itu.
(Gopinath 2020). Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Mulyani menyampaikan posisi capital outflow Indonesia pada triwulan I-2020 sebesar Rp145,28 triliun, dua kali lipat dibandingkan laporan krisis keuangan global tahun 2008 sebesar Rp67,9 triliun (Katadata 2020).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami tekanan yang signifikan seiring keluarnya kasus pertama COVID-19 di Indonesia. IHSG pun anjlok hingga ke level terendah yakni 3.937.632 pada 24 Maret 2020. Pemangkasan suku bunga acuan The Fed sebesar 100 basis poin pada 15 Maret 2020 rupanya juga memberikan tekanan pada IHSG. Menurut Baker dkk. Pada tahun 2020, belum pernah ada epidemi penyakit menular yang memberikan dampak sebesar pandemi COVID-19 terhadap pasar saham karena dampak parah pandemi ini terhadap kesehatan masyarakat dan penyebaran informasi yang sangat cepat saat ini.
Beberapa sektor perekonomian mengalami gangguan, bahkan ada yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja per 1 Mei 2020, terdapat 1.032.960 pekerja di sektor formal, 375.165 pekerja di sektor formal yang sedang cuti, dan 314.833 pekerja di sektor informal terkena dampak wabah Covid-19 (Kementerian Tenaga Kerja ) 2020 ). Lebih lanjut, Center for Economic Reform (CORE) Indonesia memperkirakan Indonesia akan berada dalam situasi sulit karena jumlah pengangguran akibat COVID-19 akan mencapai 9,35 juta orang pada kuartal II-2020. masuk dalam kategori rentan kemiskinan.
Optimisme Kerangka Ekonomi Makro Dan Kebijakan Fiskal 2024
Berdasarkan Gambar 3 di atas, epidemi ini diperkirakan akan meningkatkan jumlah penduduk miskin menjadi 106,9 juta jiwa. Dengan kata lain, terdapat sekitar 82 juta penduduk Indonesia atau setara dengan 30% total penduduk Indonesia yang berisiko menjadi miskin (TNP2K, 2020). Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya berkisar 2,1% dan bisa turun hingga -3,5% (World Bank 2020). Hal ini menandakan bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan bantuan yang tepat bagi daerah yang paling terkena dampak dan masyarakat yang menghadapi kesulitan ekonomi akibat Covid-19.
Pada tanggal 26 Maret 2020, Indonesia berpartisipasi dalam KTT Luar Biasa G20 yang membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan Covid-19. Konferensi tersebut menyepakati tiga poin utama. Pertama, memfokuskan kebijakan nasional dan kerja sama multilateral untuk mencegah dan menangani Covid-19 dari sudut pandang kemanusiaan dan kesehatan. Kedua, mendorong koordinasi antara otoritas moneter, fiskal, dan sektor keuangan. Ketiga, mendesak peran lembaga internasional (IMF dan Bank Dunia) untuk meningkatkan pembiayaan dalam upaya meringankan krisis likuiditas USD secara global. Menyikapi hasil KTT G20, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK sepakat untuk berkoordinasi untuk mengendalikan perekonomian dan mengurangi beban masyarakat akibat COVID-19 (Bank Indonesia 2020).
Dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia tercatat telah mengeluarkan stimulus ekonomi sebanyak tiga kali. Pada stimulus ekonomi ketiga per 31 Maret 2020, pemerintah Indonesia mengeluarkan dana sebesar Rp405 triliun atau setara dengan 2,5% produk domestik bruto (PDB) Indonesia (Satriawan 2020). Dana ini dialokasikan untuk empat program: Jaminan Sosial (27%), Medicare (19%), Bantuan Industri (17%), dan Kebangkitan Ekonomi Nasional (34%). Castro (2020) mengemukakan bahwa kebijakan yang paling efektif untuk memitigasi hilangnya sebagian pendapatan keluarga akibat epidemi ini adalah
(UI). UI merupakan program yang tepat untuk melindungi kelompok pengangguran dari potensi jatuh miskin. Sebagai
Tantangan Ekonomi Indonesia Dan Bauran Kebijakan Atasi Dampak Covid-19
, UI mengurangi kelambatan respons terhadap kebijakan fiskal diskresioner yang mungkin terkendala oleh isu-isu politik dengan mendistribusikan kembali dana kepada individu untuk meningkatkan daya beli (Maggio dan Kermani 2016).
Indonesia sebenarnya sudah mengadaptasi model ini melalui program Kartu Prakerja. Penerima utama pembagian Kartu Prakerja adalah pekerja terdampak COVID-19, pekerja informal, dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Terdapat dana hibah pelatihan sebesar Rp1.000.000,00, insentif pasca pelatihan sebesar Rp2.400.000,00 dan insentif survei sebesar Rp150.000,00 per peserta. Sekarang sudah ditingkatkan melebihi nominal insentif yang diberikan untuk pelatihan. Program ini telah berubah dari desain awal untuk merangkul kelompok pekerja yang tidak termasuk dalam 40% rumah tangga miskin, namun rentan.