Dampak Perubahan Iklim: Melihat Kondisi Lingkungan Di Berbagai Wilayah
Dampak Perubahan Iklim: Melihat Kondisi Lingkungan Di Berbagai Wilayah – Sekecil apapun fenomena perubahan iklim, namun berdampak besar terhadap proses migrasi penduduk. Hingga saat ini, jutaan orang di seluruh dunia telah menjadi pengungsi akibat perubahan iklim.
Warga di dalam perahunya yang tenggelam dan latar belakang rumah kosong, di pesisir utara Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah (10/12/2021). Pesisir utara Jawa saat ini sedang menghadapi permasalahan lingkungan akibat perubahan iklim.
Dampak Perubahan Iklim: Melihat Kondisi Lingkungan Di Berbagai Wilayah
Migrasi penduduk akan meningkat karena memburuknya kondisi lahan. Tanpa tindakan kebijakan nyata terhadap perubahan iklim, hal ini akan menjadi krisis global. Apakah negara-negara siap menghadapinya?
7 Dampak Buruk Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Laut
Perubahan iklim bukanlah fenomena yang hanya berkaitan dengan perubahan lingkungan. Dalam proses ini terjadi perubahan ekonomi, sosial, politik dan demografi. Semuanya saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan.
Misalnya, perubahan iklim yang menyebabkan naiknya permukaan air laut akan mengubah penghidupan masyarakat pesisir. Mereka yang biasanya hidup dari hasil tambak kini harus mencari cara lain karena lahan tambak sudah hilang akibat tergenang air laut. Pilihannya adalah bertahan hidup dengan mengubah mata pencaharian atau berpindah tempat tinggal untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Namun fenomena migrasi ini seringkali diabaikan dalam strategi memerangi perubahan iklim. Meningkatnya tingkat migrasi akibat perubahan iklim tergambar dari data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Pada April 2021, jumlah pengungsi iklim meningkat menjadi 21,5 juta.
Warga antre mendapatkan air bersih di desa Sanjegandinagar, Bengaluru, India (15/9/2018). Perubahan iklim telah berkontribusi terhadap kelangkaan air global sebesar sekitar 20 persen, dan lebih dari 50 persen sungai besar di dunia tercemar dan mengalami penipisan air.
Waspadai Dampak Perubahan Iklim Pada Pendidikan
Pengungsi iklim didefinisikan sebagai mereka yang mengungsi dari daerah asalnya akibat bencana dan peristiwa alam terkait perubahan iklim. Laporan Bank Dunia yang bertajuk Groundswell Part II menyebutkan bahwa tanpa tindakan nyata untuk mengurangi perubahan iklim, 216 juta orang akan mengungsi di enam wilayah pada tahun 2050.
Jumlah tersebut adalah 86 juta orang di Afrika Sub-Sahara, 49 juta orang di Asia Timur dan Pasifik, 40 juta orang di Asia Selatan, 19 juta orang di Afrika Utara, 17 juta orang di Amerika Latin, dan 5 juta orang di Eropa Timur dan Asia Tengah. Asia.
Migrasi adalah perpindahan penduduk antar wilayah dalam batas negara masing-masing. Persoalannya, migrasi massal ini akan berdampak pada bidang kehidupan lainnya. Jika tidak direncanakan dengan baik, hal ini bisa menjadi sumber permasalahan baru.
Migrasi akibat perubahan lingkungan sebenarnya merupakan fenomena yang umum terjadi. Sejak dahulu kala, nenek moyang kita juga melakukan hal yang sama, karena mereka menjaga kondisi lingkungan. Migrasi permanen dan sementara merupakan strategi bertahan hidup dalam menghadapi krisis degradasi lingkungan dan penyebaran penyakit.
Buletin Geomaritime Xviii Edisi Juni 2024
Meskipun ada banyak faktor yang mendorong migrasi, perubahan iklim adalah salah satunya. Tentu saja keputusan ini didasarkan pada banyak pertimbangan, seperti intensitas ancaman perubahan iklim, kapasitas atau kemampuan mitigasi dan adaptasi, serta tingkat kerentanan terhadap perubahan tersebut.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dapat ditentukan siapa saja yang berpotensi melakukan migrasi akibat perubahan iklim. Mereka adalah kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah yang tinggal di daerah yang terancam oleh perubahan iklim dan bergantung pada alam untuk penghidupan mereka.
Bank Dunia memperkirakan jumlah migran akibat perubahan iklim berdasarkan kerentanan terhadap kelangkaan air, rendahnya hasil panen dan kenaikan permukaan laut, serta intensitas badai yang lebih tinggi. Daerah-daerah yang terancam ini menjadi “titik panas” dampak perubahan iklim. Dalam kondisi terburuk, penduduk dapat bermigrasi. Migrasi karena kerentanan disebut migran iklim.
Bertahun-tahun, rumah yang ditinggalkan warga di Tambakharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah (26/03/2021) terus tenggelam akibat air pasang.
Bagaimana Ancaman Perubahan Iklim Di Kawasan Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil?
Mengingat dampak perubahan iklim berbeda-beda di setiap wilayah, maka faktor pendorong migrasi juga berbeda-beda. Misalnya, migrasi di kawasan Afrika sub-Sahara didorong oleh kondisi lingkungan berupa lahan kering dan garis pantai yang rentan terhadap perubahan iklim. Kebanyakan orang bergantung pada pertanian tadah hujan. Jika aktivitas tersebut terganggu, penghidupan masyarakat terancam dan mereka memilih tempat tinggal lain.
Di Meksiko dan Amerika Tengah, seperti Guatemala, orang bermigrasi karena kekeringan dan badai akibat fenomena El Nino lebih sering terjadi. Akibatnya panen gagal. Menurut pemodelan yang dilakukan oleh The New York Times Magazine dan ProPublica, migrasi meningkat setiap tahun, apa pun iklimnya. Namun, jumlah mereka akan meningkat secara signifikan seiring dengan semakin parahnya dampak perubahan iklim.
Berdasarkan kebijakan perubahan iklim yang realistis, diperkirakan 680.000 migran dari Amerika Tengah dan Meksiko akan pindah ke Amerika Serikat pada tahun 2050. Jika pemanasan global menjadi lebih ekstrim, jumlah tersebut akan meningkat menjadi lebih dari satu juta orang.
Wisatawan mendaki sepanjang formasi gletser Perito Moreno di Taman Nasional Los Glaciares, Argentina (11 Februari 2021). Perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan global menimbulkan kekhawatiran atas percepatan pencairan es di beberapa wilayah di dunia.
Kearifan Lokal Kunci Mitigasi Perubahan Iklim
Fenomena ini juga ditemukan di Indonesia. Namun, belum banyak penelitian mengenai migrasi perubahan iklim. Namun, beberapa kasus menunjukkan bagaimana perubahan iklim membebani masyarakat dan memaksa mereka untuk bermigrasi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan migrasi penduduk dari Dusun Sungai Warat ke Desa Sei Meriam akibat kenaikan permukaan air laut di Delta Mahakam, Kutai Kartanegar, Kalimantan Timur. Sebagian besar warga kehilangan tempat tinggal dan tambak udang yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Bentuk migrasi lainnya terdapat pada regenerasi Lombok Utara dan Lombok Timur. Daerah ini merupakan salah satu kantong pekerja migran terbesar di Indonesia. Namun studi LIPI menemukan bahwa migrasi tenaga kerja di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan iklim.
Hal ini disebabkan adanya pergantian musim yang menyebabkan hasil panen menurun sehingga menurunkan perekonomian masyarakat. Akibatnya, pilihannya adalah bermigrasi ke negara tetangga untuk mencari penghidupan baru.
Perubahan Iklim Membuat Petani Di Sulsel Merana
Di Indonesia, fenomena migrasi akibat perubahan iklim terlihat jelas pada sektor pertanian yang menjadi sumber penghidupan masyarakat pedesaan. Jika keadaan ini terus berlanjut, urbanisasi yang tidak terkendali dapat terjadi karena adanya harapan untuk mendapatkan kehidupan yang layak di perkotaan.
Selain migrasi, perpindahan penduduk akibat perubahan iklim juga dikaitkan dengan bencana alam yang dialami. Di masa depan, perpindahan atau perpindahan akibat bencana didorong oleh banyak faktor, yaitu dampak bencana, kerentanan masyarakat, dan ancaman perubahan iklim. Berdasarkan data Pusat Pemantauan Pengungsian Paksa, sekitar 87,27 persen perpindahan penduduk antara tahun 2008 hingga 2018 disebabkan oleh cuaca atau iklim.
Komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim ditegaskan Presiden Joko Widodo saat berpidato di World Leaders’ Summit on Climate Change, atau COP26 (1/11/2021), di Glasgow, Skotlandia.
Resolusi PBB 73/195 menyerukan negara-negara untuk mengembangkan peta, mengembangkan adaptasi dan strategi bagi pengungsi iklim dengan menggunakan pendekatan hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu, dampak perubahan iklim dan bencana terkait diakui sebagai salah satu penyebab migrasi yang harus diatasi.
Ancam Ketahanan Pangan Dan Air, Bmkg Ajak Kolaborasi Hadapi Perubahan Iklim
Dewan Hak Asasi Manusia PBB pun merespons fenomena tersebut dengan mengeluarkan dokumen tentang hak asasi manusia akibat perubahan iklim. Salah satunya adalah mencegah perpindahan penduduk dalam skala besar dengan menyediakan lingkungan yang melindungi hak asasi manusia. Sebanyak 164 negara menandatangani Perjanjian Migrasi 2018 yang mencakup pengurangan perpindahan penduduk akibat perubahan iklim. Namun, tidak ada jaminan bahwa perjanjian tersebut akan benar-benar dilaksanakan.
Tanpa perencanaan yang matang, migrasi ini dapat menyebabkan krisis global. Migran bisa terjebak karena tidak punya akses ke negara tujuan. Selain itu, para migran menghadapi masalah kemiskinan, kesenjangan, kesehatan dan sosial di negara tujuan.
Akan lebih baik jika dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perubahan iklim sehingga meningkatkan migrasi. Segala tindakan nyata mitigasi perubahan iklim mempunyai dampak besar terhadap proses migrasi perubahan iklim. Segala upaya untuk membatasi pemanasan global sama dengan melindungi “rumah” jutaan orang. (R&A) Dampak perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi seluruh lapisan masyarakat. Kelompok miskin merupakan kelompok yang sangat rentan dengan kenyataan bahwa kualitas hidupnya semakin buruk.
Kegiatan bercocok tanam padi di Banjuwangi, Jawa Timur, Senin (30/5/2022). Produksi padi di Jawa Timur mengalami penurunan pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020. Penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan iklim, anomali cuaca, serangan hama dan kesalahan dalam proses budidaya yang menyebabkan gagal panen. Para petani saat ini semakin melupakan ilmu titen atau aturan merampok, karena dianggap kuno dan tidak relevan lagi, padahal merupakan kearifan budaya.
Yang Terabaikan Dalam Perubahan Iklim
Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada kelestarian lingkungan, namun juga berdampak pada sektor ekonomi dan sosial masyarakat. Dampaknya nyata, terutama bagi masyarakat miskin. Mitigasi perubahan iklim menyasar masyarakat miskin dan rentan terhadap kemiskinan.
Laporan Bank Dunia bertajuk “Kemiskinan dan Kemakmuran Bersama 2020” menyebutkan perubahan iklim dapat mendorong 68-132 juta orang ke dalam kemiskinan pada tahun 2030. Penilaian ini bergantung pada tingkat keparahan dampak perubahan iklim di masing-masing wilayah.
Prediksi tersebut sangat mungkin menjadi kenyataan, mengingat dampak perubahan iklim semakin terasa di seluruh dunia. Dalam kondisi seperti ini, ancaman terhadap kelompok masyarakat miskin semakin meningkat. Dalam laporan yang sama, Bank Dunia menunjukkan konsekuensi dari tren perubahan iklim yang semakin berbahaya. Ada tiga hal yang memperlebar kesenjangan kemiskinan pada kelompok ini.
Pertama, masyarakat miskin rentan terhadap kenaikan harga pangan dan semakin bergantung pada upah subsisten. Akibat perubahan iklim, luas lahan pertanian akan berkurang sebesar lima persen pada tahun 2030, dan sebesar 30 persen pada tahun 2080. Menyusutnya lahan pertanian dan kerusakan tanaman akibat perubahan iklim menyebabkan harga pangan meningkat. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat miskin dan rentan kesulitan membeli pangan.
Sli, Solusi Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Sektor Pertanian
Disisi lain akan mempengaruhi pendapatan petani. Perubahan iklim yang menyebabkan kejadian cuaca ekstrem, berkurangnya sumber air dan meningkatnya jumlah hama, telah menyebabkan penurunan produksi pertanian. Namun, bagi sebagian petani dan buruh tani, berkurangnya lahan pertanian memberikan manfaat berupa upah yang lebih tinggi.
Kedua, perubahan iklim menyebabkan peningkatan intensitas bencana alam. Situasi ini berarti bahwa masyarakat miskin, yang sudah lebih rentan dan rentan terhadap bencana, akan semakin menderita. Hal ini diperparah dengan sangat minimnya bantuan dan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan saat terjadi bencana.
Selain bencana alam, masyarakat miskin semakin rentan terhadap perubahan iklim akibat semakin maraknya berbagai penyakit. Selain penyakit yang sering terjadi